PENGERTIAN EKOLOGI DAN EKO-ARSITEKTUR
Istilah
ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Emst Haeckel, ahli dari ilmu hewan pada
tahun 1869 sebagai ilmu interaksi dari segala jenis makhluk hidup dan lingkungan. Arti kata ekologi dalam
bahasa yunani yaitu “oikos” adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal dan
“logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan
lingkungannya (Frick Heinz, Dasar-dasar Ekoarsitektur, 1998).
Prinsip-prinsip
ekologi sering berpengruh terhadap arsitektur (Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology - A theoritical
Perspective). Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain :
a. Flutuation
Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didisain dan dirasakan
sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya
mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan lebih dari pada
itu membiarkan suatu proses dianggap sebagai proses dan bukan sebagai penyajian
dari proses, lebihnya lagi akan berhasil dalam menghubungkan orang-orang dengan
kenyataan pada lokasi tersebut.
b. Stratification
Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya
muncul keluar dari interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat.
Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.
c. Interdependence (saling
ketergantungan)
Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah
hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi
tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan antara
bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan.
Eko arsitektur menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi meskipun
kualitas di bidang arsitektur sulit diukur dan ditentukan, takada garis batas
yang jelas antara arsitektur yang bermutu tinggi dan arsitektur yang biasa
saja. Fenomena yang ada adalah kualitas arsitektur yang hanya memperhatikan
bentuk dan konstruksi gedung dan cenderung kurang memperhatikan kualitas hidup
dan keinginan pemakainya, padahal mereka adalah tokoh utama yang jelas.
Dalam
pandangan eko-arsitektur gedung dianggap sebagai makhluk atau organik, berarti
bahwa bidang batasan antara bagian luar dan dalam gedung tersebut, yaitu
dinding, lantai, dan atap dapat dimengerti sebagai kulit ketiga manusia (kulit
manusia sendiri dan pakaian sebagai kulit pertama dan ke dua). Dan harus
melakukan fungsi pokok yaitu bernapas, menguap, menyerap, melindungi, menyekat,
dan mengatur (udara, kelembaban, kepanasan, kebisingan, kecelakaan, dan
sebagainya). Oleh karena itu sangat penting untuk mengatur sistem hubungan yang
dinamis antara bagian dalam dan luar gedung. Dan eko-arsitektur senantiasa
menuntut agar arsitek (perencana) dan penguna gedung berada dalam satu landasan
yang jelas.