BERNOSTALGIA DENGAN
ARSITEKTUR JENGKI
Seperti yang telah kita ketahui
bahwa Arsitektur Jengki merupakan satu istilah dalam bingkai sejarah arsitektur
Nusantara Pasca kepulangan para arsitek Belanda sekitar tahun 1950-1960.
Arsitektur jengki tumbuh dari kreatifitas pemuda Indonesia yang pada umumnya lulusan
STM dan pernah magang pada konsultan arsitektur di jaman kolonial dan beberapa
mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri. Dengan kata lain arsitektur
ini merupakan bentuk eksperimental dari para pemuda indonesaia untuk
menyalurkan ilmunya setelah merasa lebih bebas dan leluasa dalam
mengekspresikan kreativitas mereka. Dengan semangat lokalitas yang memang sudah
ada dalam diri para arsitek kita waktu itu dan ditambah dengan ilmu baru
dibidang arsitektur yang telah mereka pelajari,
maka lahirlah sebuah inovasi kearsitekturan yang kemudian dikenal dengan istilah
Arsitektur Jengki tersebut. Dari beberapa referensi yang saya kutip ada sebagian
kalangan yang mengkategorikannya berorientasi pada arsitektur yang pada saat
itu berkembang di Amerika Selatan, bahkan ada juga yang menduga gaya ini diimpor
dari rusia sesuai dengan hubungan politik antara Indonesia dan Rusia saat itu.
Adapun ciri fisik utama dari bangunan
dengan gaya arsitektur jengki adalah :
1.
penggunaan atap pelana dan pemanfaatan beton
pada berbagai elemen beton pada berbagai elemen struktur bangunan seperti
overhange dan kolom dengan variasi bentuk yang dinamis.
2.
Fasad bangunan hampir selalu tampil dengan
tekstur kasar dan variatif dengan komposisi tidak simetris.
3.
Pengaruh gaya Art-deco yang sangat kuat dan
ekspresif seperti terlihat pada pemakaian pola garis-garis tegas pada
bidang-bidang pintu dan jendelanya.
Sebagai contoh gaya arsitektur ini, bisa kita jumpai di kompleks perumahan dosen-dosen di wilayah
Skip, UGM. Seperti halnya dengan Proyek Renovasi Bangunan K8 UGM tahun
2008 yang saya rancang dan didetailkan oleh tim studio wasnadipta tempat saya
bekerja.
Project : Renovasi
Bangunan K8 UGM (Gedung Pusat Pengembangan pendidikan)
Lokasi : Jln. Asem
Kranji K8 Sekip UGM
Instansi : Direktorat
Perencanaan dan Pengembangan UGM
Melihat pada fasad dan bentuk fisik bangunannya, dapat dikatakan kental dengan gaya arsitektur jengki. Bentuk atap pelana dengan fasad sederhana dengan sentuhan pola garis yang tegas pada bukaan pintu dan jendelanya (Art-deco). Bangunan ini pada awalnya berfungsi sebagai bangunan rumah tinggal dan perkantoran dosen UGM. Namun pada perkembangannya terjadi perubahan fungsi dengan mengikuti konsep adaptive reuse, maka dilakukan adaptasi fungsinya menjadi fungsi gedung pertemuan lengkap dengan fasilitas pendukungnya yang kemudian diberi nama Gedung Pusat Pengembangan Pendidikan (P3) UGM.
Arsitek mengasumsikan gaya arsitektur jengki pada bangunan eksisting
sebagai sebuah perjalanan sejarah dan menjadi jejak-jejak perencanaan
dimasa lalu. Oleh karena itu dalam melakukan facelift bangunan, saya
masukkan unsur-unsur modern minimalis yang kontemporer yang mewakili
gaya arsitektur di masa kini. Pun demikian bentuk atap bangunan tetap
dipertahankan sebagai sebuah ciri khasnya sehingga dapat diketahui
jejak-jejak perubahan (metamorfosa) dari bangunan yang ada. Dengan
demikian tarsitek tidak mengintervensi dan melakukan pemaksaan disain
secara berlebihan. Sedangkan untuk memperkuat kesan formalnya, digunakan
aksen-aksen garis pada dinding bangunan secara tegas. Sebagai aksen
digunakan warna orange pada gate entrance sebagai simbol dari karakter
aktif dan juga untuk memperkuat entrance.
Bagi yang penasaran dengan bangunan ini silahkan jalan-jalan diseputaran Jln. Asem Kranji K8 Sekip UGM tepatnya di sebelah selatan bangunan Jogja Medianet. Demikian artikel ini saya buat, terima kasih, salam hangat dari saya Sigit Wijiono, Ph.D (Paling Huueeebat Disainnya), hehehe always and always bercanda biar tidak terlalu serius teman-teman, ok!!!
TERIMAKASIH info NYA YG telah membantu sy
BalasHapus